Ternyata Seperti Ini Proses Terjadinya Tsunami Menurut Fisika

Ternyata Seperti Ini Proses Terjadinya Tsunami Menurut Fisika

Bagaimanakah Proses Terjadinya Tsunami

Sabtu (22/12) lalu, Indonesia kembali dirundung duka karena musibah gelombang tsunami yang menyapu perairan selat Sunda. Daerah Pandeglang, Banteng dan Lampung bagian selatan adalah dua kawasan terdampak musibah yang menewaskan lebih dari 400 orang itu. Bencana ini kembali mengingatkan betapa Indonesia adalah daerah yang rawan bencana.

Ternyata Seperti Ini Proses Terjadinya Tsunami Menurut Fisika

Membayangkan bagaimana tsunami terjadi, berteriak dan bertahan di dalam gelombang air laut yang sangat dahsyat tentu sebuah hal yang mengerikan. Namun fisika memiliki penjelasan tersendiri mengenai gelombang yang oleh masyarakat kabupaten Simeulue disebut smong itu. Tidak hanya sekali ini, Indonesia sudah sering kali mengalami musibah karena terjangan air laut.

Sekedar informasi untukmu, istilah tsunami sebetulnya berasal dari bahasa Jepang yakni Tsu yang artinya pelabuhan dan Nami adalah gelombang. Jadi sebetulnya Tsu-Nami bermakna gelombang pelabuhan.

Tsunami Menurut Pandangan Fisika

Meskipun sama-sama merupakan gelombang air laut yang tinggi dan mencapai daratan, tsunami dan fenomena pasang air laut sangatlah berbeda. Ahli kelautan bahkan memiliki sendiri istilahnya yakni gelombang laut seismik (Seismic Sea Wave). Gelombang laut seismik ini terjadi karena berbagai hal di dasar samudera hingga mampu tumbuh tinggi, besar dan mengerikan.

Beberapa hal yang bisa memicu munculnya tsunami adalah gempa bumi dangkal di dasar laut, pergeseran dan tumbukan lempeng bumi, letusan gunung berapi, jatuhnya benda langit ke laut hingga longsoran di lereng gunung api laut atau dasar samudera.

Ternyata Seperti Ini Proses Terjadinya Tsunami Menurut Fisika

Berbagai hal itu akhirnya membuat dasar laut berubah mendadak karena adanya perpindahan partikel dan keseimbangan air laut terganggu. Sehingga kemudian munculah aliran energi air laut ke permukaan yang memicu gelombang sangat tinggi dan bersifat merusak ke bibir pantai.

Fisika menjelaskan kalau ciri tsunami adalah waktu rambatnya lebih lama daripada gelombang seismik.

Disebutkan pula jika kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman air di mana gelombang ini muncul. Tak main-main, smong ini bahkan bisa mencapai kecepatan setara pesawat terbang yakni ratusan kilometer per jam. Tak heran kalau banyak korban jiwa seperti musibah di Aceh, Donggala hingga Banten lantaran tak mampu mengimbangi kecepatannya.

Ternyata Seperti Ini Proses Terjadinya Tsunami Menurut Fisika

Jika dikaitkan dengan fisika, tsunami mirip dengan perambatan gelombang transversal. Sehingga bisa disimpulkan cepat rambat gelombang ini di episentrumnya, . Di mana g adalah percepatan gravitasi dan d simbol dari kedalaman air. Sehingga pada kedalaman 10 kilometer di samudera Hindia, kecepatan awal gelombang perusak ini mencapai 300 m/s atau 1.000 km/jam.

Baca juga

Sifat Mengerikan Gelombang Tsunami

Meskipun disebutkan jika kecepatan tsunami mampu mencapai ratusan kilometer per jam di laut yang dalam, sebetulnya gelombang perusak ini hanya punya ketinggian 30-60 cm saja di lautan.

Namun panjang gelombang ini bisa mencapai ratusan kilo yang membuat kapal-kapal di tengah samudera tak bisa merasakannya karena sama dengan gelombang laut pada umumnya.

Perbedaan utama dengan gelombang biasa adalah saat tsunami, seluruh partikel air dari dasar laut hingga permukaan ikut bergerak. Ketika mencapai perairan yang dangkal, kecepatannya menurun tapi energinya tetap sangat besar yang membuat ketinggiannya meningkat. Hal ini sesuai dengan hukum Kekekalan Energi Mekanik yang merupakan penjumlahan energi potensial dan kinetik.

Tak heran karena begitu mengerikan dan sangat merusak, dibutuhkan peringatan dini tsunami. Sebagai negara yang berada di kawasan Cincin Api, penduduk Indonesia harus benar-benar memahami tata cara penanggulangan dan persiapan menghadapi bencana. Supaya musibah gelombang perusak ini tidak lagi memakan korban jiwa ratusan ribu orang seperti di Aceh 2004 silam.

Diterbitkan
Dikategorikan dalam Fisika

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *